“Ibu terkonfirmasi positif Covid-19” kata ibu saya tanggal 17 November 2020 yang lalu. Sebuah berita yang mengubah total aktifitas kami sekeluarga.
Hasil tes swab PCR itu diperoleh karena ibu saya mengikuti tes swab PCR wajib bagi para lansia binaan puskesmas. Tes tersebut sudah dilakukan tanggal 9 November 2020, namun baru keluar hasilnya tanggal 17 November 2020.
Ibu saya termasuk pasien positif Covid-19 kategori OTG (Orang Tanpa Gejala). Tidak menunjukkan gejala demam, kehilangan fungsi indera penciuman (anosmia) maupun gejala lain yang biasanya menyertai penyakit Covid-19.
Karena tanpa ada gejala, ibu saya boleh melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari terhitung dari tanggal tes.
Sangat mengejutkan hasil tes tersebut. Selama pandemi ini ibu saya hampir tidak pernah kemana-mana. Aktifitas ke luar rumah hanya untuk kontrol kesehatan ke rumah sakit maupun puskesmas. Protokoler kesehatanpun dijaga ketat di keluarga kami. 3M : Mencuci tangan, Memakai masker dan Menjaga jarak kami patuhi setiap kali beraktifitas di luar rumah.
Namun apa boleh buat, karena sudah terkonfirmasi positif, kami harus menerima konsekuensinya. Tanggal 18 November, saya sekeluarga yang kebetulan tinggal serumah dengan ibu saya berangkat ke rumah sakit. Kami wajib ikut tes swab PCR karena kontak dekat dengan pasien positif Covid-19 (ibu saya).
Tes swab PCR karena lacak kontak dekat pasien ini tidak dikenakan biaya. Berbeda dengan tes PCR mandiri di rumah sakit, laboratorium dan klinik kesehatan swasta yang dikenakan biaya sekitar Rp 900.000 hingga Rp 1.500.000 atau lebih mahal lagi.
Sembari menunggu hasil tes, kami wajib melakukan karantina mandiri di rumah. Jika hasil tes PCRnya positif, kami harus meneruskan karantina mandiri 14 hari. Jika hasil tesnya negatif, baru kami boleh bebas beraktifitas di luar rumah.
Alhamdulilah hasil tes swab kami semua keluar tanggal 25 November 2020 dan negatif Covid-19. Sehingga kami sudah bisa beraktifitas seperti biasa.
Karantina Mandiri dan Stigma Masyarakat
Stigma masyarakat tentang Covid-19 masih cukup beragam. Apalagi kami tinggal di kampung dengan jenis profesi dan level pendidikan yang berbeda-beda. Begitu juga dengan level pemahaman tentang penyakit Covid ini.
Begitu ibu saya terkonfirmasi positif Covid-19, info dari puskesmas diteruskan ke kelurahan dan RT RW setempat. Langsung menjadi gosip besar di kalangan masyarakat di lingkungan tempat tinggal saya. Karena baru pertama kali ada warga yang terkonfirmasi Covid.
Sebagian tetangga memberikan dukungan moral, namun banyak juga yang berkomentar nyinyir. Sehingga kami berupaya untuk sekaligus mengedukasi mereka yang nyinyir itu dengan informasi yang benar.
Orang nyinyir itu ada dua macam menurut saya. Jenis pertama adalah orang yang nyinyir karena kurangnya informasi. Orang dengan jenis ini perlu diberikan pemahaman yang benar. Sementara jenis kedua adalah orang yang nyinyir karena memang karakternya sudah paten seperti itu. Yang jenis kedua itu abaikan saja, karena tidak ada manfaatnya juga berdebat dengan orang seperti itu.
Salah satu website kesehatan yang kami pantau untuk mendapatkan informasi tentang penyakit Covid-19 ini adalah Halodoc. Artikel-artikel yang ada di dalam website ini sangat membantu kami untuk mendapatkan informasi yang baik dan solutif.
Selama karantina mandiri kami membutuhkan bantuan dari saudara, teman dan tetangga yang baik. Karena kami tidak bisa bebas keluar rumah, maka kami minta tolong pada mereka untuk titip beli kebutuhan pokok dan sembako sehari-hari. Begitu juga untuk kebutuhan lainnya, benar-benar mengandalkan layanan delivery order.
Selama menjalani karantina mandiri, kami bekerja secara online (WFH Work From Home), semua berusaha kami lakukan semaksimal mungkin. Sambil menjaga asupan gizi terpenuhi, meminum jamu/suplemen seperlunya, berolahraga ringan dan berjemur sinar matahari tiap jam 9 pagi. Semua kami upayakan agar badan dan pikiran tetap sehat, imunitas terjaga dengan baik.
Ibu saya yang terkonfirmasi positif Covid menjalani isolasi mandiri di salah satu kamar di rumah kami. Istirahat, ibadah dan makan dilakukan di kamar tidur. Namun beliau masih rutin berolahraga ringan dan berjemur sinar matahari pagi sambil memakai masker dan menjaga jarak dengan anggota keluarga lainnya.
Syukurlah tanggal 25 November 2020 hasil tes kami semua negatif Covid-19 sehingga kami semua selesai menjalani karantina mandiri. Kami diperbolehkan kembali beraktifitas normal seperti biasa.
Vaksin, Harapan Baru Untuk Segera Terbebas Dari Pandemi Covid-19
Pandemi ini sudah berlangsung berbulan-bulan hingga akhir tahun 2020. Sementara itu kegiatan belajar mengajar di sekolah direncakan akan kembali dilakukan secara langsung di awal tahun 2021. Kekhawatiran sudah pasti ada mengingat belum jelas kapan pandemi akan berakhir.
Untungnya ada berita baik yang hadir membuka harapan baru. Saat ini sudah ditemukan beberapa vaksin Covid-19. Vaksin-vaksin ini sudah menjalani berbagai tahapan uji klinis. Salah satu diantaranya adalah Vaksin Sinochem atau lebih dikenal dengan nama Vaksin Sinovac dari Tiongkok. Pemberian vaksin sinovac ini bekerja sama dengan Bio Farma untuk pengelolaan selanjutnya.
Vaksin mengandung virus yang dilemahkan dan disuntikkan ke dalam tubuh manusia. Tujuannya adalah agar tubuh manusia tersebut menghasilkan kekebalan tubuh / antibodi untuk melawan virus tersebut. Proses pembentukan antibodi dalam tubuh manusia ini disebut sebagai Imunisasi.
Target yang menjadi prioritas utama untuk mendapatkan vaksin ini adalah tenaga kesehatan dan mereka yang bertugas di garda depan penanganan pandemi Covid-19. Pada tahun 2021 yang akan segera datang, ditargetkan ada sekitar 170 juta penduduk sudah mendapatkan vaksin Covid-19 ini.
Mari kita berdoa semoga pandemi segera berlalu dan mendukung seluruh upaya pemerintah dalam melindungi penduduknya dengan cara yang baik dan benar.